TajukPolitik – Pemerintah resmi menaikkan harga BBM subsidi, anehnya Sekjen PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, memuji kepemimpinan Presiden Jokowi. Hasto menyebut Jokowi sebagai sosok presiden yang mau dikritik.
“Mana ada presiden yang didemo dan minta Pak Jokowi turun, tapi beliau terima dan diajak dialog. Itulah Pak Jokowi. Beliau bekerja keras. Tidak ada presiden yang mempunyai kemampuan teknokratik seperti Pak Jokowi,” kata Hasto dalam keterangannya, Rabu (7/9/2022).
“Hanya nasibnya kurang baik. Begitu terpilih di periode kedua, ada pandemik 2 tahun. Situasi rakyat berat, kita juga tahu. Beliau selalu turun ke bawah, kemarin ke Maluku. Ada satu wilayah yang belum pernah didatangi presiden selama 64 tahun. Beliau datang, rakyat juga bertemu,” tambahnya.
1. Jokowi dianggap memahami suara rakyat
Hasto mengklaim, Jokowi merupakan presiden yang memahami suara rakyat. Sebab, Jokowi berasal dari rakyat biasa sebelum menjadi orang nomor satu di Indonesia.
Dengan adanya kenaikan BBM, kata Hasto, PDIP juga memberikan sejumlah solusi kepada pemerintah. Salah satunya harus memberikan bantuan sosial kepada masyarakat miskin.
“Solusi yang ditawarkan PDI Perjuangan saat ini adalah dengan adanya bantalan-bantalan sosial, harus dikawal dengan sebaik-baiknya dan Mensos dari PDI Perjuangan, Bu Risma. Bu Risma ini juga orangnya, kalau urusan rakyat, itu dinomorsatukan,” ucap dia.
2. Hasto puji Jokowi
Lebih lanjut, Hasto meminta kepada seluruh kader PDIP untuk turun ke bawah membantu masyarakat. Sehingga, mampu menemukan solusi terbaik agar masyarakat tak terbebani dengan adanya kenaikan BBM subsidi.
“Tapi, solusi yang paling baik saat ini adalah mendorong pemerintahan Pak Jokowi agar kemiskinan tidak bertambah, mendorong penciptaan lapangan kerja, dan apa yang dilakukan Pak Jokowi sudah on the track,” kata dia.
3. Hasto klaim PDIP tak lupa diri sebagai partai wong cilik
Dalam kesempatan itu, Hasto mengklaim kalau PDIP tak lupa diri sebagai partai wong cilik. Menurutnya, PDIP juga memerintahkan kepada daerah dari partainya untuk merelokasi anggaran yang berpihak kepada masyarakat.
“Mana ada presiden yang berani mengakuisisi Rokan, Blok Mahakam dan lain-lain. Semua untuk membangun kedaulatan energi dari hulu. Mana ada yang berani mengambil Freeport. Tetapi dengan kebijakan itu masih belum juga menyelesaikan karena persoalan energi ini memang sangat berat,” beber Hasto.