TajukNasional Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf, menegaskan dukungannya terhadap usulan untuk memiskinkan pelaku mafia tanah di Indonesia. Menyadari dampak negatif dari praktik mafia tanah yang merugikan masyarakat dan negara, Dede mengusulkan pembentukan satuan tugas (satgas) khusus untuk menangani penegakan hukum terhadap mafia tanah.
Dalam keterangan pers yang disampaikan pada Jumat (1/11), Dede menyatakan bahwa satgas ini akan berfungsi sebagai garda terdepan dalam pemberantasan praktik mafia tanah.
“Diperlukan adanya satgas khusus yang serius dalam memberikan sanksi tegas kepada pelaku mafia tanah. Satgas ini akan mempermudah koordinasi antara pemerintah dan aparat penegak hukum, serta menjadi terobosan dalam upaya pemberantasan mafia tanah,” ujarnya.
Dede menekankan bahwa kolaborasi adalah kunci untuk menangani masalah ini, sehingga perlu adanya komitmen bersama antara lembaga-lembaga penegak hukum yang kompeten.
Pemerintah, melalui Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, berencana untuk menjerat mafia tanah dengan delik Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Dede melihat pemiskinan sebagai langkah penting yang dapat memberikan efek jera bagi pelaku mafia tanah.
“Mafia tanah kerap terjadi karena kurangnya efek jera dalam penegakan hukum. Dengan delik TPPU, pelaku dapat dimiskinkan, dan itu merupakan ide yang bagus,” katanya.
Menurut laporan Kementerian ATR/BPN, jaringan mafia tanah beroperasi secara terstruktur dan sistematis, sehingga dibutuhkan penegakan hukum yang lebih kuat. Dede mengidentifikasi beberapa faktor yang membuat penumpasan mafia tanah menjadi sulit, antara lain kurangnya data yang akurat, pengawasan yang lemah, dan mungkin ada oknum yang terlibat. “Jeratan hukumnya selama ini cenderung terlalu ringan, dengan ancaman hukuman yang tidak memadai,” tambahnya.
Dede juga mengingatkan bahwa mafia tanah tidak hanya merugikan negara dari segi finansial, tetapi juga berpotensi merugikan masyarakat yang kehilangan hak atas tanah mereka. “Praktik mafia tanah sering kali melibatkan pemalsuan dokumen dan penggelapan, yang merugikan negara dengan nominal yang tidak sedikit,” jelas Dede. Menurut data Satgas Anti Mafia Tanah, sebagian besar kasus terkait pemalsuan dokumen (66,7%), diikuti penggelapan (19,1%), dan pendudukan ilegal (11%).
Lebih jauh, Dede menegaskan bahwa masalah tanah di Indonesia berkaitan erat dengan kedaulatan negara. Ia berpendapat bahwa tanah merupakan aset vital bagi suatu negara dan penguasaan oleh segelintir orang dapat menciptakan ketidakadilan bagi masyarakat. “Keberadaan mafia tanah menciptakan ketidakadilan, di mana segelintir orang menguasai jutaan hektar lahan, sementara banyak rakyat yang belum sejahtera,” tegasnya.
Dede optimis bahwa di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, Indonesia akan lebih tegas dalam penegakan hukum, termasuk penanganan mafia tanah. Ia mencatat bahwa Prabowo memiliki komitmen terhadap nasionalisme dan kesejahteraan rakyat. “Prabowo memahami bahwa peredaran uang di Indonesia saat ini sangat tidak merata, dengan 10 persen masyarakat menguasai sebagian besar sumber daya. Kami percaya beliau akan terus berjuang untuk keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia,” tuturnya.
Dengan penegasan ini, Dede berharap pemerintah dapat segera mengambil langkah konkret dalam memberantas mafia tanah melalui satgas khusus dan penerapan sanksi yang lebih ketat. “Menteri ATR telah menyampaikan rencana ini sebagai instruksi presiden, dan kami mendukung penuh upaya tersebut,” pungkas Dede.