TajukPolitik – Guru Besar Universitas Diponegoro (Undip) Profesor Suteki mengusulkan Mabes Polri dibubarkan sebagai efek dari kasus Irjen Ferdy Sambo.
Profesor Suteki meminta tidak ada lagi Mabes Polri namun diganti dengan polda-polda dan juga polres di tiap wilayah.
Pernyataan Profesor Suteki mengenai Mabes Polri sebaiknya dibubarkan disampaikan di YouTube Karni Ilyas Club.
“Kalau Mabes Polri dibubarkan diganti polda-polda, induknya kemana?” tanya Karni Ilyas.
Suteki lalu memberi contoh dengan sistem kepolisian di Amerika Serikat yang menganut model fragmented system of policing.
Di Amerika Serikat yang memiliki negara federal, Suteki mengatakan, kepolisian ditempatkan di negara-negara bagian.
Sementara untuk kasus-kasus berintensitas tinggi seperti sabotase dan terorisme yang menangani adalah polisi federal.
“Kalau akan diterapkan di Indonesia bagaimana? Akan kita evaluasi ya apakah itu nanti di bawah departemen ataukah diserahkan ke masing-masing polda,” ujar dia.
Jika nanti terjadi perkara lintas polda maka menurut Suteki yang harus dilakukan adalah dengan merubah undang-undang.
“Ya kita bikin UU nya kita ubah. Memang reformasi itu harus kita mulai dari konstitusi kita ubah terutama pasal 30, UU kepolisian juga kita ubah. Yang nanti misal ada perkara lintas polda kita membuat sistem interkoneksi,” paparnya.
Jika di daerah masih ada polda, maka di tingkat nasional menurut guru besar Fakultas Hukum Undip ini ada lembaga yang namanya komisioner.
“Komisioner lah ini yang nanti menangani kasus-kasus tertentu misal untuk terorisme, sabotase atau separatisme. Perkaranya apakah kita mau melakukan reformasi itu atau tidak? Kalau soal bisa, bisa kita lakukan,” tegas Suteki.
Karni Ilyas menyatakan sistem kepolisian di Amerika Serikat adalah sistem yang negaranya menganut federalisme berbeda dengan Indonesia yang menganut negara kesatuan.
“Yang dari sistem pemerintahannya kita berbeda dengan Amerika. Jadi menurut saya akan susah sekali. Belum lagi soal Mabes Polri tidak hanya soal polda dan polda tapi juga interpol. Jadi interpol berdiri sendiri atau gimana?” tanya Karni Ilyas.
Menurut Suteki hal itu bisa ditangani langsung oleh komisioner.
Suteki lalu menerangkan bahwa sistem kepolisian di Indonesia menganut sistem yang ketiga yaitu centralized system of policing.
Sistem pertama Fragmented system of policing yang dianut Amerika menurut Suteki adalah sistem desentralisasi yang ekstrem karena langsung negara-negara bagian yang menangani.
Sistem kedua kata Suteki adalah Integrated system of policing contohnya adalah jepang. Sementara Indonesia menganut sistem ketiga yaitu centralized system of policing.
Menurut Suteki ada empat kelemahan di centralized system of policing.
Pertama cenderung berpihak pada penguasa, kedua, polda-polda itu tidak dapat dukungan dari rakyat.
“Ketiga birokrasi yang panjang. Keempat kurang dapat menyesuaikan situasi dan kondisi masyarakat dan kelima rentan terhadap intervensi penguasa dalam hal ini adalah abuse of power dan itu nyata sekarang,” kata dia.
“Apa yang terjadi pada Ferdy Sambo, adalah menjadi cermin ketika kita menggunakan centralized system of policing buruknya terjadi mafia besar di dalam Mabes,” lanjutnya.
Karni Ilyas mengaku jika ada ide polisi di bawah kementerian, intervensi pasti tetap ada.
“Jika menterinya dari Golkar, pasti Golkar akan memanfaatkan kekuasaan. Kalo dari PDI juga mesti PDI,” ujar Karni Ilyas.
“Maka saya sarankan supaya ada di polda-polda dan juga polres kemudian di tingkat nasional ada komisioner kepolisian,” jawab Suteki.
Menurut Suteki, komisioner kepolisian ini tidak boleh punya hubungan yang sifatnya komando dengan polda dan polres.
Sistem centralized kata dia, yang jadi persoalan adalah komando di samping jabatan-jabatan mirip militer.
Menurutnya sejak tahun 2000 ada pemisahan TNI-Polri, masyarakat sipil ingin menempatkan polisi sipil harus melepaskan dari karakter militernya.
“Sekarang yang kita lihat, polisi sekarang ini begitu sipil atau begitu militer? Kalau saya tangkap begitu militeristik. Ketika sangat militeristik maka yang ada adalah sistem komando jadi tunduk pada komando bukan tunduk pada hukum. Ini berbahaya bang,” tegas Suteki.