TajukNasional Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menekankan pentingnya kehati-hatian dalam setiap proses pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur. Hal tersebut disampaikannya dalam acara *International Conference on Social Impact Assessment* yang diadakan di Hotel The Ritz-Carlton, Mega Kuningan, Jakarta, Selasa (17/9).
AHY menegaskan bahwa pengadaan tanah tidak boleh dilakukan sembarangan, tetapi harus mengikuti prosedur yang jelas, transparan, dan adil, dengan mempertimbangkan hak-hak masyarakat, terutama hak-hak masyarakat adat. Dalam berbagai proyek pembangunan infrastruktur, tanah seringkali menjadi sumber masalah, terutama jika terjadi tumpang tindih klaim kepemilikan atau hak atas lahan adat yang belum diselesaikan secara komprehensif.
“Setiap langkah pengadaan tanah harus dilakukan secara hati-hati. Tidak boleh asal-asalan dan harus sesuai dengan prosedur yang berlaku. Kita tidak bisa mengorbankan hak-hak masyarakat hanya demi mempercepat pembangunan,” ujar AHY.
Tantangan terbesar, lanjut AHY, adalah bagaimana pemerintah dapat mempercepat proses pembangunan yang sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, sembari tetap memastikan bahwa hak masyarakat terlindungi. Menurutnya, ada banyak proyek pembangunan jangka menengah dan panjang yang harus segera dilaksanakan, termasuk proyek-proyek besar seperti kawasan industri, jalan tol, dan bendungan. Namun, proses pengadaan lahan seringkali memperlambat pelaksanaan proyek-proyek tersebut jika tidak dilakukan dengan tepat.
“Contohnya, untuk pembangunan kawasan industri atau kawasan ekonomi khusus. Jika proses ini tidak dilakukan dengan cepat dan tepat, hal ini akan memperlambat masuknya investasi dan menghambat pembangunan ekonomi,” jelasnya.
Lebih lanjut, AHY menjelaskan bahwa Kementerian ATR/BPN memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa lahan yang digunakan dalam proyek infrastruktur besar sudah bebas dari masalah hukum dan tidak mengalami tumpang tindih kepemilikan. Proses pengadaan lahan harus memastikan bahwa tanah tersebut “clean and clear” sebelum digunakan untuk pembangunan, sehingga proyek dapat berjalan tanpa hambatan hukum di kemudian hari.
“Setiap kali kita melihat pembangunan, seperti jembatan, jalan, atau bendungan, perlu diingat bahwa Kementerian ATR/BPN bekerja keras untuk memastikan tanah yang digunakan telah bersih dari masalah hukum dan tumpang tindih kepemilikan. Hal ini penting agar proyek bisa berjalan lancar tanpa konflik di kemudian hari,” tambah AHY.
Dalam kesempatan itu, AHY juga berharap agar konferensi internasional ini dapat menjadi ajang pertukaran informasi dan pengalaman antarnegara dalam hal pengadaan tanah. Menurutnya, setiap negara memiliki dinamika dan tantangan yang berbeda terkait pengadaan tanah, sehingga penting bagi Indonesia untuk belajar dari pengalaman negara lain agar proses pengadaan tanah di Indonesia dapat menjadi lebih efektif, adil, dan efisien.
“Dengan adanya konferensi ini, kita bisa bertukar pengalaman dan belajar dari negara lain. Setiap negara punya tantangan dan pendekatan yang berbeda dalam pengadaan tanah, dan kita harus mengambil pelajaran yang bermanfaat untuk diterapkan di Indonesia,” pungkas AHY.
Melalui pendekatan yang lebih hati-hati dan adil dalam pengadaan tanah, diharapkan pembangunan infrastruktur di Indonesia dapat berjalan lancar tanpa mengorbankan hak-hak masyarakat, terutama mereka yang terdampak langsung oleh proyek pembangunan.