TajukNasional Anggota Komisi III DPR RI dari fraksi Partai Demokrat, Santoso, menegaskan bahwa isu mafia peradilan di Indonesia bukanlah sekadar isu yang direka-reka. Pernyataan ini disampaikan terkait dengan vonis bebas yang dijatuhkan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kepada Gregorius Ronald Tannur (31), terdakwa dalam kasus penganiayaan terhadap kekasihnya, Dini Sera Afriyanti (29).
Vonis bebas Ronald Tannur memicu berbagai spekulasi dan kekhawatiran akan adanya praktik mafia peradilan. Santoso menyatakan bahwa situasi ini menunjukkan adanya masalah serius dalam sistem peradilan Indonesia. Hal ini disampaikannya dalam pertemuan Komisi III DPR dengan keluarga korban di ruang rapat Komisi III, kompleks parlemen Senayan, Jakarta, pada Senin (29/7/2024).
“Mafia peradilan di Indonesia bukan isapan jempol. Ini adalah fakta nyata. Keputusan bebas untuk Ronald Tannur ini menunjukkan bahwa ada pihak-pihak tertentu yang bermain dalam kasus ini. Oleh karena itu, kami minta agar Bawas Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) segera memeriksa hakim yang memberikan vonis tersebut,” ujar Santoso.
Santoso menegaskan pentingnya tindakan tegas terhadap pelanggaran yang mungkin terjadi dalam sistem peradilan. “Jika terbukti ada pelanggaran, kami minta KY untuk menjatuhkan sanksi berat kepada hakim yang bersangkutan. Ini menyangkut nyawa manusia dan pengadilan tidak boleh memihak pada orang-orang yang memiliki jabatan atau kekayaan,” tegasnya. Menurut Santoso, keputusan ini berpotensi menimbulkan persepsi bahwa hukum hanya berlaku untuk mereka yang tidak memiliki kekuatan atau uang.
Ronald Tannur, yang merupakan anak dari anggota DPR RI dari partai PKB, Edward Tannur, sebelumnya dituntut oleh jaksa untuk dihukum 12 tahun penjara atas tuduhan penganiayaan yang menyebabkan kematian Dini. Namun, majelis hakim yang dipimpin oleh Erintuah Damanik memutuskan untuk membebaskan Ronald karena tidak ditemukan bukti yang cukup untuk mendukung dakwaan jaksa.
Hakim Damanik berargumen bahwa Ronald Tannur telah berupaya menolong korban dengan membawanya ke rumah sakit. Hakim juga menyatakan bahwa kematian Dini disebabkan oleh efek konsumsi alkohol saat berada di Blackhole KTV Club, Surabaya, bukan karena luka akibat penganiayaan.
“Sidang telah mempertimbangkan dengan seksama dan tidak menemukan bukti yang meyakinkan terdakwa bersalah,” ujar Damanik. Menurut hakim, kematian Dini disebabkan oleh penyakit terkait alkohol, bukan oleh tindakan kekerasan Ronald.
Pernyataan ini menambah ketegangan mengenai keadilan dan integritas sistem peradilan di Indonesia, dan memicu seruan untuk reformasi dan pengawasan yang lebih ketat terhadap praktik hukum.