Minggu, 23 Februari, 2025

Perjuangkan Nasib Guru Honorer, Dede Yusuf Minta Semua Pihak Duduk Bersama Cari Solusi 

TajukNasional Ratusan guru honorer di wilayah Jakarta mengalami pemecatan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim melalui kebijakan cleansing yang dikeluarkannya.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Komisi X DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Dede Yusuf, meminta agar semua pihak terkait segera duduk bersama untuk mencari solusi terbaik bagi nasib para guru honorer tersebut.

Dia menekankan perlunya kolaborasi antara pemerintah daerah (Pemda) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam menangani masalah ini.

Dede Yusuf mengingatkan pemerintah bahwa meskipun berstatus honorer, para guru tersebut telah mengabdi dan berkontribusi besar terhadap pendidikan anak-anak selama bertahun-tahun. “Kebijakan cleansing guru honorer bisa menyebabkan kekurangan guru di sekolah, yang pada akhirnya mengganggu proses belajar mengajar. Akhirnya anak-anak yang akan dirugikan. Apalagi ini baru memasuki tahun ajaran baru,” tegas Dede kepada wartawan di Jakarta, Jumat (19/7).

Dede menekankan bahwa pemecatan para guru honorer tidak boleh diabaikan. Menurutnya, Dinas Pendidikan juga perlu memahami alasan di balik pengangkatan guru honorer oleh sekolah-sekolah. “Mungkin karena beban sekolah yang sudah terlalu besar, sehingga membutuhkan tambahan guru yang belum bisa diakomodir oleh pemerintah,” jelasnya.

Selain itu, Dede menyoroti adanya perbedaan aturan mengenai jam mengajar yang ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Jakarta dan Kemendikbud Ristek. Disdik Jakarta mengharuskan guru mengajar sebanyak 35 jam per minggu, sedangkan Kemendikbud Ristek hanya menetapkan 24 jam per minggu untuk guru honorer. Perbedaan aturan ini menjadi salah satu temuan BPK. “BPK melihat pembayaran guru-guru yang mengajar kurang dari 35 jam per minggu. Temuan itu bisa diselesaikan dengan mengatur pola jam mengajar,” ujar Dede Yusuf.

Pemecatan massal guru honorer ini menimbulkan kekhawatiran akan adanya kekurangan tenaga pengajar di berbagai sekolah, yang dapat berdampak negatif pada proses belajar mengajar. Situasi ini menjadi semakin genting mengingat pemecatan terjadi menjelang tahun ajaran baru, yang seharusnya menjadi momen penting bagi siswa dan guru untuk memulai proses belajar mengajar dengan semangat baru.

Dede Yusuf juga mengajak seluruh pihak untuk memperhatikan kontribusi para guru honorer selama ini. Mereka, meskipun berstatus non-PNS, telah bekerja keras untuk memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak bangsa. Oleh karena itu, kebijakan yang diambil harus mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap kualitas pendidikan di Indonesia.

Ia berharap agar pemerintah dapat segera menemukan solusi yang adil dan bijaksana bagi para guru honorer yang dipecat. “Kami mendorong adanya dialog yang konstruktif antara Pemda, Kemendikbud Ristek, dan pihak-pihak terkait untuk mencari solusi terbaik. Kita tidak bisa membiarkan anak-anak menjadi korban dari kebijakan yang tidak mempertimbangkan semua aspek,” pungkasnya.

Masalah ini mencerminkan betapa kompleksnya tantangan dalam dunia pendidikan Indonesia, terutama terkait kesejahteraan dan status para guru honorer. Dede Yusuf mengajak semua pihak untuk bersama-sama mencari solusi yang tidak hanya adil bagi para guru, tetapi juga memastikan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia tetap terjaga dan terus meningkat.

Dengan demikian, langkah konkrit dan dialog yang terbuka diharapkan dapat segera dilakukan untuk memastikan bahwa para guru honorer yang telah lama mengabdi tidak dirugikan dan dapat terus memberikan kontribusi positif bagi dunia pendidikan di Indonesia.

- Advertisement -spot_imgspot_img
Berita Terbaru
- Advertisement -spot_img
Berita Lainnya
Rekomendasi Untuk Anda
- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini