TajukNasional – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menyoroti dampak negatif yang ditimbulkan oleh praktik mafia tanah terhadap penciptaan lapangan kerja baru di Indonesia.
Dalam konferensi pers yang digelar secara virtual pada Senin (15/7) di Semarang, AHY mengungkapkan bahwa ulah mafia tanah menyebabkan kendala serius bagi investasi dan, pada akhirnya, berimbas pada peluang kerja yang seharusnya bisa tercipta.
AHY menjelaskan bahwa praktik mafia tanah membuat calon investor merasa ragu untuk menanamkan modal di berbagai daerah. “Ulah mafia tanah ini membuat para calon investor mempertimbangkan ulang rencana investasi mereka, bahkan tidak jarang mereka mengurungkan niat untuk berinvestasi,” ujarnya. Ia menekankan bahwa hal ini sangat merugikan negara karena potensi investasi yang besar terhalang oleh praktik-praktik tidak bertanggung jawab.
Padahal, lanjut AHY, investasi memiliki dampak langsung terhadap penciptaan lapangan kerja baru yang dapat menyerap tenaga kerja lokal. “Dengan adanya investasi, kita harapkan bisa membuka lapangan pekerjaan sehingga ribuan masyarakat kita mendapatkan pekerjaan,” katanya. Peningkatan serapan tenaga kerja ini, menurutnya, akan membantu masyarakat memiliki pendapatan tetap dan mendorong peningkatan konsumsi, yang pada akhirnya akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
AHY juga menyoroti pentingnya investasi dalam mengurangi tingkat kemiskinan. “Dengan semakin banyak masyarakat yang memiliki pekerjaan dan penghasilan yang layak, kita bisa secara bertahap mewujudkan semangat untuk mengurangi kemiskinan,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, AHY mengapresiasi kerja sama dengan Polda Jawa Tengah yang berhasil mengungkap tindak pidana pertanahan oleh mafia tanah di Kabupaten Grobogan dan Kota Semarang. Ia menjelaskan bahwa mafia tanah tersebut melakukan kejahatan dengan menggunakan Akta Autentik yang dipalsukan serta melakukan penipuan dan/atau penggelapan.
“Dari dua kasus tersebut, berhasil diselamatkan objek tanah seluas 826.612 meter persegi atau 82,66 hektar, serta potensi kerugian negara dan masyarakat sebesar Rp 3,41 triliun,” jelas AHY. Keberhasilan ini, menurutnya, merupakan langkah penting dalam upaya memberantas mafia tanah yang merugikan banyak pihak.
AHY menegaskan bahwa pemberantasan mafia tanah memerlukan sinergi dan kolaborasi antara berbagai pihak, termasuk Kementerian ATR/BPN, aparat penegak hukum, lembaga peradilan, dan pemerintah daerah. Ia juga mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam melaporkan jika menjadi korban atau menemui kasus tanah yang mencurigakan. “Jangan takut untuk melaporkan kepada BPN maupun aparat penegak hukum,” ujarnya.
Dengan langkah-langkah tegas dan kolaboratif, AHY optimis bahwa praktik mafia tanah bisa diberantas, sehingga investasi dapat tumbuh dan membuka lebih banyak lapangan kerja, yang pada akhirnya akan membawa manfaat besar bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.