TajukNasional – Wakil Ketua Komisi X DPR, Dede Yusuf, mengungkapkan keprihatinannya terhadap skandal guru besar yang menggunakan jurnal predator untuk memperoleh gelar akademis. Dede menyatakan bahwa fenomena ini sangat berbahaya bagi dunia pendidikan Indonesia.
“Kalau soal jual beli saya juga enggak punya data pasti, tetapi dalam pertemuan informal tadi (dengan Kemendikbudristek) ini sangat berbahaya,” ujar Dede kepada wartawan di Komplek DPR, Senayan, Selasa (9/7).
Menurut Dede, jika isu ini benar terjadi, akan banyak universitas abal-abal yang bermunculan. Hal ini disebabkan oleh syarat pendirian universitas yang harus memiliki guru besar.
“Nanti banyak kampus berdiri dengan guru besar yang abal-abal,” katanya.
Dede meminta Kemendikbudristek untuk meningkatkan pengawasan terhadap kampus swasta di Indonesia agar pemerintah tidak kecolongan dengan praktik semacam ini.
“Karena yang melakukan verifikasi atau usulan adanya di Kemendikbudristek perguruan tinggi negeri jadi kami minta memperhatikan ini supaya fungsi pengawasannya diperhatikan,” ungkapnya.
Selain itu, Dede juga meminta Kemendikbudristek untuk menetapkan Scopus atau database jurnal Indonesia sebagai standar syarat guru besar.
“Makanya kami dorong Scopus itu nasional, Scopus National Science and Technology Index (Sinta). Supaya Sinta ini memiliki akreditasi Scopus internasional agar kita bisa melakukan fungsi pengawasan lebih jauh. Kalau Scopus luar negeri investigasinya harus ke sana tentu ini membutuhkan waktu yang tidak mudah,” ungkapnya.
Dede menyatakan kesiapan untuk membantu Kemendikbudristek dalam meningkatkan kualitas Scopus nasional agar mampu bersaing di level internasional.
“Dari kerja sama riset nanti akan diperhitungkan sebagai jurnal internasional. Itu upaya kita bisa kita lakukan, kalau di luar negeri banyak yang abal-abal kita juga enggak tahu karena enggak punya alat untuk mengecek itu benar atau tidak,” ujarnya.
Skandal guru besar yang menggunakan jurnal predator bukan hanya merusak citra akademis tetapi juga berpotensi menurunkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia. Oleh karena itu, pengawasan yang ketat dari pihak terkait sangat diperlukan untuk mencegah dan mengatasi praktik-praktik curang semacam ini. Langkah yang diusulkan oleh Dede Yusuf, termasuk penetapan standar Scopus nasional dan penguatan fungsi pengawasan, diharapkan dapat membantu memperbaiki kondisi ini dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Dede Yusuf menekankan pentingnya kolaborasi antara DPR dan Kemendikbudristek dalam menghadapi isu ini. Dengan demikian, Indonesia dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih baik dan mencegah munculnya universitas abal-abal yang hanya merugikan para mahasiswa dan masyarakat luas. Upaya bersama ini diharapkan akan memberikan hasil yang positif dalam jangka panjang dan menjaga integritas pendidikan tinggi di Indonesia.