TajukPolitik – Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Demokrat, Herman Khaeron, memberikan kritik tajam terhadap kondisi memprihatinkan yang dialami oleh perusahaan-perusahaan BUMN Farmasi.
Kinerja keuangan perusahaan-perusahaan tersebut menurun hingga membukukan kerugian yang signifikan.
Herman Khaeron mengaku heran dengan situasi yang menimpa BUMN Farmasi saat ini. Kondisi ini semakin diperparah oleh temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mengindikasikan adanya fraud atau korupsi di PT Indofarma Tbk dan anak usahanya.
“Jelas bagaimana sekarang laba konsolidasi minus, Bio Farma biarpun untung tapi menurun, Indofarma apalagi. Bagaimana penempatan dan pencairan deposito atas nama pribadi, penggadaian deposito kepada Bank Oke misalnya, kan disebutkan ini hasil pemeriksaan. Ini semua apa sih latar belakangnya?,” kata Herman, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI di Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (19/6).
Menurutnya, latar belakang dari kondisi ini ialah ketidakmampuan direksi dalam mengelola perusahaan. Herman menilai, seharusnya BUMN yang merupakan perusahaan pemerintah bisa mencetak kinerja positif selama dikelola dengan baik, terutama mengingat jaringan besar yang dimiliki.
“Kok nggak bisa dijadikan network gitu. Menurut saya kalau kalian direksi tidak mampu untuk mengelola, sudah mundur ramai-ramai saja. Mungkin sudah antre, sudah siap ada direksi atau calon direksi yang mampu mengelola perusahaan ini,” ujarnya.
“Artinya kalau dalam satu tahun tidak mampu memperbaiki ya sudah, mundur. Jangan kemudian terus dipaksakan, pada akhirnya semakin dalam, semakin tidak ada prospek dan pada akhirnya rugi. Yang rugi bukan saja bapak ibu, korporasi, tetapi negara,” sambungnya.
Herman juga menyoroti potensi besar sektor farmasi di Indonesia yang seharusnya bisa menjadi andalan, namun justru mengalami masalah serius dalam pengelolaan.
Menurutnya, pihak yang seharusnya menjadi tulang punggung kesehatan masyarakat malah tidak sehat. Ia khawatir, jika kondisi ini terus berlanjut, industri farmasi akan dikendalikan oleh pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab.
“Adanya BUMN kan supaya negara mampu mengendalikan sektor yang sangat vital ini. Pesan moral, kalau memang masih punya optimisme, mampu untuk mengelola, lanjut. Kalau tidak, mundur saja. Bahkan kalau kemudian tidak bisa lagi, membangun prospek baru dalam korporasi, ya mundur saja, sayang dikelola bertahun-tahun,” kata dia.
Herman juga menekankan bahwa BUMN Farmasi memiliki lebih dari 1.200 outlet yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan keuntungan. Namun, dengan adanya konflik internal dan berbagai masalah, perusahaan justru mengalami kerugian.
“Ada 1.200 outlet lebih, masa tidak mampu dapat keuntungan? Dengan dokternya konflik, bermasalah, aduh malah macam-macam. Jadi dalam pandangan saya ini mismanagement. Tidak mungkin perusahaan negara yang memiliki network, sumber daya, ini bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan korporasi, ini diabaikan. Dan saya yakin dalam situasi perusahaan seperti ini fraud biasanya terjadi,” ujar dia.
Herman Khaeron berharap agar direksi yang tidak mampu mengelola perusahaan dengan baik segera mundur demi kebaikan perusahaan dan negara. Pengelolaan yang tepat dan transparan sangat penting untuk memastikan BUMN Farmasi dapat memberikan kontribusi maksimal bagi kesehatan masyarakat dan ekonomi nasional.