TajukPolitik – Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk Franciscus Welirang menyatakan dengan tegas bahwa harga mie instan yang diproduksi perseroan tidak akan meningkat hingga tiga kali lipat lantaran gejolak harga bahan baku gandum dan tepung terigu.
“Secara akal sehat dengan harga gandum yang ada sekarang tidak mungkin harga mie instan naik tiga kali lipat,” ujarnya menjawab pertanyaan VOI pada Kamis, 11 Agustus.
Menurut Franky, sapaan akrab Franciscus, bantahan ini didasarkan pada perkembangan terbaru nilai jual raw material di pasaran global.
“Harga gandum saja baru naik sekitar 85 persen dan ini selama 1,5 tahun sejak awal 2021 sampai sekarang. Kemudian saat ini tren tertinggi telah berhenti,” tuturnya.
Asumsi lain yang diungkap oleh Franky adalah komponen produksi mie instan tidak didominasi oleh gandum atau tepung terigu saja. Hal ini tentu berpengaruh terhadap bandrol yang ditawarkan kepada masyarakat.
“Mie instan komponen yang ada didalamnya banyak, tidak hanya terigu. Peranan terigu dalam mie instan sekitar 20 persen sampai 25 persen saja,” tegas dia.
Oleh karenanya, Franky meminta masyarakat untuk tidak menanggapi isu ini secara over responsif dan tetap tenang karena stok produk di pasaran cukup terjaga.
“Jadi (kenaikan) tiga kali lipat tersebut sangat berlebihan. Namun, Pak Mentan mungkin ingin mengirim pesan waspada, ada ancaman pangan akibat perubahan iklim,” kata Franciscus Welirang yang juga menjabat Ketua Umum Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo).
Sebelumnya Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyebut dampak perang antara Rusia – Ukraina terhadap rantai pasok bahan makanan mulai terasa di Indonesia. Dia bahkan memproyeksi harga mie instan bakal naik hingga tiga kali lipat.
Itu karena Indonesia bergantung pada impor komoditas dari dua negara. Sehingga kenaikan harga pangan berbasis impor tak bisa dihindari.
Mentan menjelaskan saat ini pasokan gandum Ukraina yang menjadi bahan baku pembuatan mie instan mengalami masalah. Bahkan Mentan menyebut saat ini terdapat kurang lebih 180 juta ton gandum di Ukraina tidak bisa keluar negara tersebut.
“Jadi hati-hati yang makan mie banyak dari gandum, besok harganya 3 kali lipat itu, maafkan saya, saya bicara ekstrem saja ini,” ujar Mentan dalam webinar bersama Ditjen Ditjen Tanaman Pangan, Senin (8/8/2022).
Mentan menjelaskan ketersediaan gandum dunia sebetulnya ada, namun adanya konflik global yang membuat masalah pada rantai pasok bakal membuat harga gandum menjadi mahal.
“Ada gandumnya, tetapi harganya akan mahal bangat, sementara kita impor terus ini, kalau saya jelas tidak setuju, apapun kita makan saja, seperti singkong, sorgum, sagu,” kata Mentan.
Menurutnya hal ini memang bukanlah tantangan yang g kecil, sehingga pemerintah daerah perlu menguatkan produktivitas pertanian sehingga dampak yang bakal dialami dari adanya konflik global tidak terlalu parah.
Bukan hanya gandum, masalah lain yang datang akibat konflik global tersebut adalah tersendatnya pasokan pupuk ke Indonesia. Saat ini Indonesia menjadi importir pupuk dan Rusia maupun Ukraina.
“Di Ukraina dan Rusia juga pemasok pupuk terbesar dunia, karena ada posfat, kalium yang terbesar, dan harga naiknya pupuk di dunia 3 sampai 5 kali lipat dari harga sekarang karena persolan konektivitas yang tidak tidak berjalan normal,” kata Mentan.
Untuk masalah ini, Mentan meminta petani maupun akademisi untuk memanfaatkan pupuk organik. Sebab adanya konflik tersebut bakal membuat harga pupuk menjadi mahal, sehingga pemerintah bakal mengurangi pupuk subsidi.
“Kalau tunggu pupuk subsidi pasti tidak bisa itu, kita adaptasi dengan cara kita, banyak orang yang sukses tanpa menggunakan pupuk subsidi,” kata Mentan.
Lebih lanjut dia meminta agar pelaku usaha pertanian memanfaatkan kearifin lokal. “Saya berharap cara memupuk harus kita perbaiki, harus bisa, jangan tunggu pupuk turun, yang ada di dunia adalah krisis pupuk,” ujarnya.