TajukPolitik – Partai Demokrat menyuarakan kegelisahan karyawan terkait dengan program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang diinisiasi oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Jansen Sitindaon, menyatakan bahwa masyarakat telah memiliki rencana hidup masing-masing, sehingga respons terhadap Tapera tidak begitu positif.
Menurut Jansen, selain telah memiliki rencana hidup dan penghasilan, kekhawatiran masyarakat juga terkait dengan pengelolaan program Tapera oleh Badan Pengelola (BP) Tapera. Hal ini membuat masyarakat tidak sepenuhnya menerima program yang diusung oleh Jokowi.
“Selain sudah punya rencana terhadap hidup dan penghasilannya, yang tambah membuat orang tidak percaya dengan Tapera ini soal pengelolaannya,” ujar Jansen melalui akun media sosialnya pada Rabu (29/5).
Jansen juga menyoroti pentingnya pengelolaan program yang melibatkan potongan wajib pajak ini dengan mengacu pada kasus megakorupsi di Asabri yang merugikan negara hingga Rp22,7 triliun.
“Masih lekat diingatan publik, Asabri yang mengelola uang tentara (punya senjata) saja dikorupsi, apalagi milik sipil dan pekerja seperti ini. Dan contoh lainnya,” tambah Jansen.
Sebelumnya, program Tapera yang memotong gaji pegawai ASN dan swasta, dengan rincian 2,5 persen dari pekerja dan 0,5 persen dari pemberi kerja, juga menuai penolakan dari elemen buruh.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menilai bahwa program Tapera belum tepat untuk dilaksanakan saat ini.
Dia menyebutkan alasan utama penolakan terhadap program Tapera adalah ketidakjelasan terkait dengan kepastian apakah buruh dan peserta Tapera akan otomatis mendapatkan rumah setelah bergabung dengan program tersebut. Menurut Said, jika dipaksakan, hal ini bisa merugikan buruh.
“Dalam kacamata logika dan perhitungan matematis, iuran Tapera sebesar 3 persen tidak akan mencukupi buruh untuk membeli rumah pada usia pensiun atau saat di-PHK,” kata Said dalam keterangannya pada Rabu, 29 Mei.
Dia juga menambahkan bahwa dengan iuran 3 persen yang bertujuan agar buruh memiliki rumah adalah sesuatu yang tidak realistis bagi buruh dan peserta Tapera.
“Sudah cukup memberatkan potongan upah buruh setiap bulan, namun saat pensiun atau saat di-PHK, mereka juga tidak akan memiliki rumah,” tambahnya.