Tajukpolitik – Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, mengatakan Komnas HAM menyatakan keprihatinan dan memberikan atensi atas kasus-kasus konflik di Papua. Pihaknya pun mendesak kepada aparat TNI/Polri agar penegakan hukum di Papua lebih transparan dan akuntabel.
”Komnas HAM mengecam segala bentuk dan tindakan kekerasan yang kerap terjadi di Papua. Kasus-kasus tersebut memperlihatkan bahwa siapa pun dapat menjadi korban akibat konflik dan kekerasan yang kerap terjadi di Papua,” kata Atnike dalam keterangan tertulis, Minggu (14/4).
Setidaknya, berdasarkan catatan Komnas HAM, ada tiga kasus terakhir yang ramai di publik. Pertama, kekerasan seksual terhadap dua perempuan di Nabire serta pembunuhan terhadap Komandan Rayon Militer (Danramil) 1703-04/Aradide di Kabupaten Paniai, Papua Tengah, yang diduga dilakukan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) pada 10 April 2024.
Kemudian, kontak tembak antara TNI/Polri dan TPNPB-OPM di Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, pada 1 Maret 2024 dan 8 April 2024, mengakibatkan korban jiwa terhadap warga sipil yang masih berusia anak-anak.
Terhadap segala kasus itu, Komnas HAM mendesak aparat agar mengusutnya secara transparan. Penegakan hukum di Papua pun diharapkan bisa lebih terukur terhadap pihak-pihak yang terlibat demi tegaknya supremasi hukum. Hal ini penting untuk menjamin keselamatan dan perlindungan HAM bagi warga sipil, dan juga aparat TNI/Polri yang bertugas di lapangan.
”Komnas HAM juga mendorong adanya evaluasi pada tataran operasi, komando, dan pengendalian keamanan dalam penanganan setiap kekerasan bersenjata di Papua untuk memperbaiki kebijakan keamanan di Papua,” jelas Atnike.
Atnike menyebut pelanggaran HAM dapat terjadi apabila negara menggunakan kekuatan berlebih (excessive use of force) tanpa mempertimbangkan prinsip legalitas, nesesitas, proporsionalitas, dan akuntabilitas. Negara harus dapat memastikan penegakan hukum yang adil bagi korban. Pemerintah juga perlu mengedepankan penegakan hukum terhadap setiap pelaku kekerasan di Papua.
Komnas HAM mendorong pemerintah untuk terus mengupayakan penguatan ekosistem damai di Papua dengan menjamin adanya layanan publik yang prima dalam hal pelayanan kesehatan, pendidikan, dan perekonomian lokal. Hal ini penting untuk menekan eskalasi konflik dan kekerasan di Papua.
”Komnas HAM kembali menekankan standar perlindungan HAM, baik dalam situasi konflik maupun nonkonflik. Bahwa semua pihak, baik aparatur sipil, aparat keamanan, maupun kelompok sipil bersenjata harus menjamin keselamatan warga sipil,” jelas Atnike.