Tajukpolitik – Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Wihadi Wiyanto, mencium adanya politisasi terkait banyak Kepala Lembaga Pemasyarakatan atau Kalapas diganti menjelang pemilu 2024.
Wihadi pun mempertanyakan sikap Direktorat Jenderal (Ditjen) Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Hal tersebut ia sampaikan saat rapat kerja bersama Menkumham Yasonna Laoly di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (21/11).
“Pertanyaannya sekarang, ada apa ini dekat-dekat Pemilu, Kalapas diganti semua. Dan, saya mendengar sepertinya ada pakta integritas yang dilakukan oleh Dirjen Pemasyarakatan dan Pj Sekjen untuk memenangkan daripada salah satu capres,” ujar Wihadi.
Wihadi mengaku awalnya hanya mengetahui ada sejumlah Kalapas di wilayah Jawa Timur yang diganti. Dia mengetahui itu karena terjadi di dapilnya.
Setelah dicek lebih lanjut, ternyata bukan cuma di Jatim, tetapi juga di banyak daerah lainnya. Ia kemudian mempertanyakan urgensi kebijakan itu. Wihadi menyoroti bahwa Lapas merupakan wilayah khusus.
Ketika pemilu, semua petugas pemungutan suara berasal dari kalangan sipir masing-masing lapas. Anggota KPU dan saksi-saksi dari partai politik tidak bisa terlibat langsung di lokasi.
Kondisi ini memunculkan Potensi kecurangan. Bisa saja petugas Lapas memonopoli hasil suara warga binaan. Sebab, warga binaan atau narapidana pasti takut dengan sipir dan akan selalu menurut perintah.
Karena itu, ia ingin pengawasan di Lapas bisa dilakukan dengan optimal saat pemungutan suara Pemilu 2024. Wihadi juga mengusulkan pembentukan panja netralitas di Lapas.
“Jadi untuk pemasyarakatan, saya usulkan untuk dibentuk Panja,” tambahnya.
Merespons itu, Menkumham Yasonna menilai kecurigaan dan usulan Wihadi tidak relevan. Menteri dari PDIP itu memastikan, saat Pemilu 2024, setiap TPS khusus juga terdapat saksi yang salah satunya berasal dari parpol.
“Saya ditanya, saya kira 2019 di Lapas tidak ada masalah. Lapas Malang itu Pak Wihadi, yang menang di situ caleg Gerindra, boleh di-crosscheck itu,” kata Yasonna.