Jumat, 22 November, 2024

Jadi Masalah Ke Depan, Bawaslu Kritik Banyak Pasal Pidana dalam UU Pemilu

Tajukpolitik – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI menilai dengan banyaknya pasal pidana dalam Undang-Undang atau UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 akan membuat tejadinya multitafsir dan tidak aplikatif.

Hal tersebut diungkapkan oleh Anggota Bawaslu RI, Puadi, dalam keterangannya, Selasa (20/6).

Puadi menyebut dengan banyak nya pasal pidana tentu saja menjadi salah satu problematika dalam menangani tindak pidana pemilu.

Ia juga mengatakan dengan banyaknya norma pidana tersebut, telah mengindikasikan jika pembuat kebijakan lebih mengutamakan cara penanganan pidana sebagai cara menanggulangi ketidakberesan dalam penyelenggaraan pemilu, bukan dengan cara yang lain.

“Banyaknya norma pidana dalam UU Pemilu, mengindikasikan bahwa pembuat kebijakan lebih mengutamakan penanganan pidana (premium remedium) sebagai cara menanggulangi ketidakberesan dalam penyelenggaraan pemilu,”  tutur Puadi.

Padahal, kata Puadi, penerapan sanksi administratif atau sanksi etik pada kasus-kasus tertentu bisa lebih efektif daripada menggunakan sanksi pidana yang justru itu tidak terlalu berjalan secara efektif.

Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi Bawaslu itu mencontohkan, salah satu kasus yakni terkait PPS (Panitia Pemungutan Suara) yang tidak mengumumkan DPS (daftar pemilih sementara) sesuai Pasal 489 UU Pemilu atau kampanye di luar jadwal yang diatur Pasal 492 UU Pemilu.

“Sanksi pidana seharusnya menjadi langkah terakhir (ultimum remedium) apabila sanksi administratif maupun etik sudah diterapkan, namun perbuatan kembali terulang,” ungkap Puadi.

Selain itu, lanjut Puadi, meski banyak pasal pidana dalam UU Pemilu 7/2017, akan tetapi, tren pelanggaran dalam pemilu atau pemilihan kepala daerah (pilkada) selalu berulang.

Puadi pun mencontohkan pelanggaran tersebut di antaranya politik uang, kepala desa yang tidak netral, atau praktik mencoblos lebih dari sekali.

“Hal ini mengindikasikan bahwa pendekatan pidana kurang efektif,” pungkas Puadi.

- Advertisement -spot_imgspot_img
Berita Terbaru
- Advertisement -spot_img
Berita Lainnya
Rekomendasi Untuk Anda
- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini