1) Sudah benar isi konstitusi kita pasca Amandemen. Dimana kata “asli” dihilangkan, diganti: calon Presiden adalah warga negara Indonesia “sejak kelahirannya”.
Karena jika kita masih pakai kata “asli” seperti di UUD lama, sangat sulit sekarang apalagi puluhan tahun ke depan untuk menentukan keaslian orang Indonesia ini. Terlebih dengan semakin banyaknya perkawinan campuran.
Masak mau kita bentuk lagi lembaga/badan untuk menentukan keaslian seseorang jadi orang Indonesia asli?
Karena, contoh saja: misal ada orang Batak kawin dengan China, masih asli tidak anaknya itu? Atau ada orang Jawa kawin dengan Arab, masih masuk kategori asli tidak anak yang dilahirkannya itu?
Nanti masuk lagi ke perdebatan, penting bapaknya asli, mau mamaknya keturunan apapun anaknya tetap asli. Artinya untuk mengukur keaslian dalam perkawinan campuran, pakai garis Ayah-patrilineal.
Terus kalau anak yang lahir itu Ibunya Padang, ayahnya yang Arab, gimana? Berdasarkan garis matrilineal di Minangkabau yang adalah suku asli Indonesia, malah anak ini yang harusnya asli Indonesia. Karena adatnya matrilineal dilahirkan perempuan Indonesia lagi.
Ini hanya sekedar contoh saja yang bisa muncul. Masak untuk memecahkan itu kita bentuk Badan Penentu Keaslian Indonesia? Jika tidak puas dengan keputusannya bisa menggugat lagi ke pengadilan dst.
2) Jadi selain untuk menghilangkan diskriminasi, sudah sangat tepat perubahan konstitusi kita itu. Dimana syarat Presiden saat ini adalah: “warga negara Indonesia sejak kelahirannya”. Atau dalam konsep kewarganegaraan disebut “natural born citizen”.
Artinya sejak lahir dia sudah Warga Negara Indonesia, bukan karena naturalisasi atau proses pewarganegaraan. Tanpa memandang dia keturunan suku asli Indonesia, perkawinan campuran, perkawinan sesama Arab, China, India dll. Penting berdasarkan UU Kewarganegaraan anak itu sejak lahir memenuhi syarat jadi Warga Negara Indonesia.
3) Perbandingan saja, kalau di Amerika normanya juga hampir sama dengan Indonesia. Namun mereka menambah klausal: “calon presiden AS harus warga negara yang lahir di tanah Amerika”.
Kalau dikita penting dia Warga Negara Indonesia sejak lahir, mau lahir dimanapun tidak masalah. Misal bapak/Ibunya diplomat, anaknya lahir di Inggris. Ya tetap anak itu ke depan bisa jadi Presiden Indonesia.
4) Historis. Kalau kita baca sejarah lahirnya norma “Indonesia Asli” dalam UUD 45, juga dilatarbelakangi suasana: ketika mau merdeka itu, kita masih dibayang-bayangi penjajahan Jepang dan Belanda yang mau datang lagi.
Untuk itulah norma “Indonesia Asli” dibuat, untuk mencegah agar tidak terbuka peluang/kesempatan bagi orang Jepang atau Belanda jadi Presiden Indonesia. Jadi niatnya bukan untuk menyekat keturunan “timur asing” yang saat itu juga ada yang ikut berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.
5) Terakhir: perdebatan soal “Indonesia asli” ini sebenarnya sudah selesai hampir 22 tahun lalu ketika UUD 45 di Amandemen. Mendebatkan ini lagi sekarang apalagi untuk tujuan “politik praktis pilpres” selain memecah belah sesungguhnya ahistoris.
Menghilangkan kata “asli” itu adalah bukti kebhinekaan kita yang kesekian di bangsa ini. Dan harus diakui, ini juga adalah sebuah “kerelaan dan kelapangan dada yang luar biasa dari (kita) Pribumi” untuk menghilangkan sekat itu.
Agar semua etnis di bangsa ini
(baik dizaman kolonial dia masuk kelompok Timur Asing meliputi Tionghoa, Arab, India dll ataupun dia Bumiputera) saat ini, sekarang ini, bisa merasakan kemerdekaaan yang sama, punya kesempatan yg sama dan tidak ada lagi diskriminasi.
Turunan dari norma hukum yang sangat baik ini harusnya: karena “pribuminya” telah rela menghilangkan sekat itu, teman-teman warga “keturunan timur asing” pun jangan merasa lagi ada sekat atau membuat sekat baru sendiri yang membuatnya jauh dari “pribumi”. Mari sekarang kita semua membaur jadi satu. Agar tidak ada lagi jarak dan rasa perbedaan yang mencolok. Saat ini tidak ada lagi “soal asli atau tidak asli” semua kita sama-sama Warga Negara Indonesia yang punya hak yang sama.
Hormat saya,
— JANSEN SITINDAON