Tajukpolitik – Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Dedi Kurnia Syah, menegaskan Presiden Jokowi menyalahgunakan kekuasaan karena memakai Istana Negara untuk mengumpulkan enam ketua umum partai politik.
Dedi mengatakan sebagai kepala negara, Jokowi menyalahgunakan kekuasaan dan wewenang yang ia miliki untuk melakukan transaksi politik.
“Jokowi pada dasarnya telah semena-mena dengan kekuasaannya. Mengatur kepentingan politik praktis menggunakan kantor presiden adalah bentuk penyalahgunaan kekuasaan,” tegas Dedi, Rabu (3/5).
Menurut Dedi, dengan mengumpulkan enam ketua umum parpol di Istana Negara akan berdampak buruk terhadap marwah negara yang seharusnya netral dari politik praktis.
Selain itu, Dedi khawatir Pemilihan Umum 2024 akan makin terkesan ada kepentingan Jokowi di dalamnya dan diatur sesuai keinginan presiden dua periode itu.
“Situasi ini mengkhawatirkan, karena perangkat negara yang terlibat langsung pada penyelenggaraan Pemilu dapat terpengaruh dengan cara menjalankan kinerja menyesuaikan kepentingan Jokowi. Aktivitas Jokowi terkait keputusan politik praktis ini harus dikritik keras,” pungkas Dedi.
Tentu saja apa yang dilakukan oleh Jokowi tidak mencerminkan dia seorang kepala negara dan juga tidak mencerminkan sebagai negarawan. Istana Negara yang seharusnya steril dari kegiatan politik praktis digunakan untuk mengumpulkan para ketua umum partai politik pendukung pemerintah.
Apa yang dilakukan oleh Jokowi telah mencoreng muka nya sebagai kepala negara dan juga kepala pemerintahan. Seorang presiden yang diwajibkan untuk netral, justru terus berupaya untuk ikut terlalu dalam mengatur capres, cawapres serta koalisi.
Adapun enam ketua umum partai politik yang dipanggil Jokowi ke Istana Negara, Selasa malam (2/5) adalah Ketum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri didampingi Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan, dan Plt Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Muhamad Mardiono.