TajukPolitik – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo sebagai tersangka penerimaan gratifikasi.
Penetapan itu diputuskan usai tim penindakan KPK menemukan lebih dari dua alat bukti terkait penerimaan uang yang diperoleh Rafael Alun, dari berbagai pihak wajip pajak melalui perusahaan konsultan perpajakan.
Selain itu, penetapan tersangka ini juga dilakukan usai KPK melakukan gelar perkara pada awal pekan ini, bersama sejumlah jajaran di kedeputian penindakan hingga pimpinan, dan sepakat menaikkan pemilik ‘rekening gendut’ Rafael Alun ke tahap penyidikan.
Atas keputusan tersebut, Direktorat Kedeputian Penindakan KPK pun menerbitkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) atas nama tersangka Rafael Alun Trisambodo.
Dilansir dari JawaPos.com, Rafael Alun diduga menerima sejumlah gratifikasi senilai hampir Rp 1 miliar, melalui kantor jasa konsultan pajak. Adapun pemegang saham atau komisaris kantor konsultan tersebut tak lain adalah istrinya sendiri alias ibu Mario Dandy Satrio.
Atas perbuatannya, Rafael Alun dijerat dengan Pasal 12 huruf B UU No. 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tipikor
Terkait adanya penetapan tersanga ini, sejumlah pimpinan hingga juru bicara KPK belum merespons konfirmasi yang dilakukan JawaPos.com. Hal senada juga dilakukan Rafael Alun.
Namun, Rafael Alun sebelumnya membantah jika menggunakan jasa konsultan dalam mengelola aset kekayaan.
“Saya tidak pernah menggunakan jasa konsultan pajak. Jika memang diduga ada bantuan dari konsultan pajak mohon dijelaskan bantuannya seperti apa?” kata Rafael Alun kepada wartawan, Minggu (26/3).
Terkait asal usul harta kekayaannya yang saat ini tengah dalam pemeriksaan KPK, dirinya tak habis pikir. Pasalnya, ia selalu melaporkan harta kekayaannya sejak 2011. Rafael Alun pun mengaku sudah beberapa kali diklarifikasi mengenai asal usul hartanya oleh KPK pada 2016 dan 2021, serta Kejaksaan Agung pada 2012. Rafael Alun menyatakan, sejak 2011 tidak pernah ada penambahan aset tetap sehingga penambahan nilai semua karena peningkatan nilai jual objek pajak
“Jadi kalau sekarang diramaikan dan dibilang tidak wajar hanya karena kasus yang dilakukan oleh anak saya, jadi janggal karena sudah sejak 2011 sudah dilaporkan. Selain itu pada tahun 2016 dan 2021 sudah klarifikasi oleh KPK, serta tahun 2012 telah diklarifikasi di Kejaksaan Agung,” ucapnya.
Lagipula, katanya, terkait perolehan harta yang dimiliki sudah tercatat dalam surat pemberitahuan tahunan orang pribadi (SPT-OP) di Ditjen Pajak sejak 2002. Selain itu, terkait adanya penambahan harta juga telah dilaporkan rutin dalam SPT pada saat harta tersebut diperoleh.
“Perolehan aset tetap saya sejak tahun 1992 hingga tahun 2009, seluruhnya secara rutin tertib telah saya laporkan dalam SPT-OP sejak tahun 2002 hingga saat ini dan LHKPN sejak tahun 2011 sampai dengan saat ini. Seluruh aset tetap tersebut sudah diikutkan program TA (tax amnesty) tahun 2016 dan juga diikutkan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) tahun 2022. Sehingga saat ini seharusnya sudah tidak menjadi masalah” pungkasnya.
Untuk diketahui, sebelumnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan membuka penyelidikan baru, untuk mencari unsur tindak pidana korupsi mantan Pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Rafael Alun Trisambodo (RAT). Hal ini dilakukan usai lembaga antirasuah menduga adanya ketidakwajaran harta kekayaan Rafael dalam laporan harta kekayaannya sebesar Rp 56 miliar